Bagi warga Makassar yang sering melintas di samping Mesjid Raya, mungkin sering memperhatikan spanduk kampanye "Stop Memberi Uang di Jalan". Spanduk itu bagian dari program pemerintah kota Makassar, usaha mengusir kefakiran yang menjangkiti warganya. Apakah dengan selembar spanduk itu sudah bisa memberi jawaban atas perkara yang paling purba: kemelaratan, sama purbanya perihal cinta. Tak ada yang tahu.
Seorang kawan berkunjung dari kota seberang. Ia sedikit takjub dengan "kemewahan" yang ia lihat, di mana-mana ada mall, sepanjang jalan penuh ruko-ruko (rumah toko), mesjidnya megah-megah, jejalan dijejali bejubel kendaraan. Kotaku sudah tumbuh, pikirku. Sayang, sekali ia tak sempat melihat kekumuhan yang masih lebih-banyak dari kemilau yang sempat menyilaukan matanya.


foto diambil dijalan G. Latimojong, depan Harapan Baru Dept. Store
Agama yang saya anut mengajarkan: "Kefakiran sungguh dekat dengan kekafiran". Dan, pemeluknya luar-biasa banyaknya di negeri ini. Tapi apa yang berubah. Si Kaya makin subur, si Miskin makin ceking! Lalu kemana semua hasil zakat, infaq, sedekah dan amal jariyah yang dititahkan. Atau, mungkin tetek-bengeknya masih bermasalah. Tapi, ya sudahlah, biarlah Tuhan yang balas. Menyerah adalah selemah-lemah iman, yang penting tidak apatis.
Kalau di Undang-undang, orang-orang terlantar dipelihara oleh negara, walaupun itu sejatinya tidak demikian. Anak-anak muda yang terlantar macam kami (penganggur tapi tak suka tidur malas-malasan) ya dipelihara dan dilindungi oleh teman. Mudah-mudahan budaya traktir-menraktir tidak cepat punah. Berikut di atas foto-foto saya, saya haturkan untuk bisa ikut prihatin bersama yang lainnya. Semoga!
[daengammang/00:11, 2 Mei 2007, Tamalanrea]